“Diikutkan untuk
Ramadhan Giveaway dengan tema ‘Friendzone’”
“Ra, baca
deh ini..”
“Apaan
Do?”
Lelaki itu
hanya tersenyum tipis, “Baca aja. Gue duluan ya. Semangat nulisnya!”
Rayana
hanya mengerutkan dahinya melihat lelaki itu pergi dari hadapannya. Pandangannya
kembali terfokus pada layar laptop dan kembali mengetik, menghapusnya, dan
kembali mengetik.
[SC8.
EXT. Jalan. Siang Hari]
Bintang
: “ Bulan!!”
Bulan
: “ Apaan sih, kamu tuh sok peduli banget ya! Ngapain sih kamu ngikutin aku
terus?! Kamu tuh hidup kurang kerjaan banget ya! Orang tua ku aja ngga pernah
tuh sampe peduli kaya gitu! Aku ngga butuh surat-surat kamu! Kasih aja
surat-surat itu buat orang tua kamu!
Bintang
: “ Aku kan Cuma mau jadi temen kamu doang! Aku peduli sama kamu!”
Bulan
: “ Aku ngga mau di peduliin sama kamu!”
Bulan
meninggalkan Bintang.
Sejauh ini
Rayana baru menghasilkan delapan scene
untuk film yang akan di garap dalam beberapa bulan kedepan. Rayana mendesah
frustasi. Gadis itu mengacak rambutnya gelisah,
“Mampus!
Gue bisa di hajar sama si Monic kalo Script-nya
ngga selesai..” erangnya. Tiba-tiba
sebuah tangan mampir di kepalanya, lalu mengusap rambutnya lembut.
“Astaga!
Rangga!” pekiknya, sedangkan lelaki yang membuatnya kaget hanya cengengesan.
Lelaki
yang di panggil Rangga itu kemudian menjatuhkan tubuhnya di kursi, tepat di
sebelah Rayana.
“Na, buku
apaan ini? Dari siapa?” tanya Rangga sambil meraih buku yang tergeletak di
meja, Rayana segera mengalihkan pandangannya dari laptop.
“Oh, dari Aldo.
Gak tau buku apa. Kemaren sih aku request buku sastra gitu..” jawab Rayana lalu
merebut buku itu dengan cepat. Rangga mendengus sebal,
“Kamu
kayanya deket banget ya sama dia, Na?” tanya Rangga dengan sedikit ketus. Rayana
menghela napasnya. “Ga, kita udah ngomongin ini berkali-kali. Please. Dia partner aku. Kita sama-sama Script-Writer.”
“Yeah,
apapun itu. Terserah kamu. Aku ngga ngerti.” Balas Rangga tak acuh. Rayana
segera menyimpan pekerjaannya dan mematikan laptop.
“Udah deh,
jalan yuk. Udah enek nih nulis. Cuma
dapet delapan scene doang.” Keluh Rayana,
Rangga mengangguk saja. meski hatinya masih sedikit dongkol.
*****
‘Ra, bukunya udah di baca belum?’
Rayana
membaca pesan singkat yang di kirimkan Aldo. Dengan sigap dia mengetikkan
balasan untuk Aldo.
‘Belum Do. Sorry, ini lagi jalan
sama Rangga.’
‘Oh, Have fun ya.’ Balasan singkat dari Aldo membuat Rayana
merasa tidak nyaman, gadis itu menggigit bibir bawahnya gelisah. ‘duh, ngambek
nih cowok’ gerutunya dalam hati. dari kejauhan, terlihat Rangga membawa ice
cream yang dia pesan sebelumnya. Buru-buru Rayana memasukkan ponsel ke dalam
tas sebelum Rangga tahu. Bisa kena amukan kalo Rangga tahu dia berbalas pesan
dengan Aldo ketika mereka jalan berdua.
“Nih ice
creamnya.” Ujar Rangga sambil menyodorkan ice cream ke hadapan Rayana. “Thanks,
Ga” ucap Rayana sambil tersenyum.
“Kita mau
jalan kemana nih?” tanya Rangga ketika Rayana masih sibuk dengan ice creamnya,
“Tew..she..rah..” jawab Rayana dengan mulut penuh ice cream, Rangga tertawa
kecil. Dia mengusap ice cream yang ada di pipi Rayana. “Makan kaya anak kecil.
Halah.” Gumamnya sambil tertawa. Rayana terkesiap, wajahnya terasa memanas.
‘Oh, My..
Rangga.. tumben banget jadi cowok so sweet kaya di novel?!! Biasanya kan jutek
kaya satpam yang di kecengin banci!!’
“Ngelamunnya
udahan dulu kali, Na. Itu ice creamnya meleleh kemana-mana.”
“Ish!
Dasar perusak suasana!!”
“Pesona
abang Cuma buat Rayana seorang, dont worry.” Bisik Rangga menggoda, Rayana
memukul lengan lelaki di sebelahnya. “Rangga! Jibang! Lo kesambet apaan?!!”
teriak Rayana kesal meninggalkan Rangga yang masih terbahak di kursinya.
****
Seharian
jalan berdua dengan Rangga ternyata cukup efektif mengembalikan mood Rayana
untuk menulis naskah nya kembali, gadis itu segera membuka laptopnya dan
meneruskan pekerjaannya.
Sudah
hampir dua jam Rayana berkutat di hadapan laptopnya, tiba-tiba ponselnya
berbunyi menandakan sebuah pesan masuk.
‘Aldo : gue tau lo pasti belum
tidur. Tidur gih, urusan script besok gue kasih tau lagi sama Monic. Kayanya
ada beberapa scene yang harus di ganti.’
Rayana
membulatkan matanya kaget. Hah? Ada scene
yang berubah?! Kenapa ngga bilang dari tadi?!! Arrgghh!!
Dengan
kesal Rayana meraih ponselnya lalu mendial sebuah nomor.
‘Halo’
“Aldo
kampret! Kenapa ngga bilang daritadi kalo bakal ada scene yang berubah?! Tau
gitu tadi gue tidur aja! Sial!!” semprot Rayana ketika orang dari sebrang
mengangkat telponnya.
‘Lo kan
lagi sibuk sama Rangga. Makanya gak gue kasih tau. Takut mengganggu.’
“Halah!
Emang biasanya juga ngeganggu, kan?” tanya Rayana sinis, terdengar helaan napas
dari sebrang.
‘Ya, gue
tau. Gue emang pengganggu.’ Suara dari sebrang menjawab lemah.
Rayana
terkesiap, dia kini menghembuskan napasnya. Mencoba menenangkan diri.
“Bukan
gitu, Do. Ya, gue kesel aja. Kenapa lo baru ngasih tau sekarang, coba dari tadi.
Kan gue bisa tidur gasik.”
‘Hm, sorry. Rayana.’
“Okelah,
sekarang gue maafin.” Ujar Rayana lemah,
‘Buku yang
gue kasih, udah di baca?’
“Belum.
Gue kan lembur. Lagian, itu buku apa sih? Judulnya aneh,”
‘Dont Judge book by Cover or title ya, Ra.
Pokoknya wajib di baca. Gabakal bikin ngantuk deh buku itu..’
“Iya, Mr.
Pemaksaaa,”
‘Yaudah,
sekarang tidur. Guten Natch..’
“Hm, Guten Natch”
‘Liebe..’
Tuuutt..
tuuut..
Panggilan
itu terputus, Rayana mengerutkan dahinya. Hah? Apa tadi Liebe? Maksudnya??
Haduh! Rayana
segera mematikan laptopnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia menatap
langit-langit kamarnya,
Sebenernya,
Aldo itu kenapa sih? Selama ini, dia biasa saja. kenapa setelah dapat job
bareng dia jadi aneh? Tolong ingatkan Rayana untuk tidak terlalu percaya diri,
tapi. Rasanya, setelah mereka bekerja sama sikap Aldo berubah jadi aneh.
Belakangan ini, lelaki itu kadang terlihat diam-diam memperhatikannya, dia suka
terlihat sebal jika tiba-tiba Rangga datang. Padahal, sebelumnya biasa saja, di
kelas juga tak ada masalah. Lalu, sekarang?
Rayana
mengacak rambutnya gusar. Ada apa sih ini?!! belum selesai Aldo yang tiba-tiba
jadi aneh, sekarang giliran Rangga yang aneh. Lelaki itu, selama menjalin
hubungan selama hampir dua tahun baru kali ini Rangga terlihat chessy. Padahal, biasanya bersikap
ketus. Atau malah kadang pura-pura tidak mengenal Rayana jika tidak sengaja
bertemu. Tapi, semenjak sikap Aldo berubah. Rangga juga ikut berubah. Apa
jangan-jangan negara api menyerang mereka? Oke, stop Rayana! Pikiranmu sudah melantur jauh!
Dengan
gusar Rayana segera menarik selimut menutupi tubuhnya dan terlelap.
****
Paginya, Rayana
terbangun karena ponselnya terus berdering nyaring. Pasti Rangga! Tebaknya.
“Halo..”
‘Na,
bangun. Subuh.’ Suara lembut dan menyejukkan dari sebrang langsung membuat Rayana
terlonjak dari kasurnya. “I-iya, ini juga udah bangun kok!” elaknya, terdengar
kekehan di sebrang.
‘Sekarang
jam berapa coba?’
“Jam
setengah lima!” jawab Rayana cepat. Lelaki dari sebrang terbahak.
‘Masa?
Coba buka gordennya deh. Aku mandi dulu ya, daaah~’
Rayana
segera loncat dari kasur dan menyibakkan gorden kamarnya. “Rangga
sialaaaaann!!” makinya lalu segera berlari menuju kamar mandi.
****
Rayana
berlari menuju ruang rapat, pasti kena semprot Monic dan Tama nih! Aduuh!
Sesampainya
di ruang rapat, Rayana di sambut wajah garang Monic dan tatapan tajam Tama.
Dalam hati, Rayana terus merapal doa semoga saja dia tidak di depak saat itu juga.
Dengan
langkah ragu, Rayana segera duduk di samping Aldo yang sudah rapi dengan kemejanya,
berbeda dengannya yang terlihat awut-awutan.
“Habis
menerjang badai lagi ya, Ra?” Monic bertanya sinis, Rayana menundukkan
kepalanya bersalah. “Ini salah gue Nic. Lupa bilang sama Rayana kalo ada scene yang bakal di ganti. Dia jadi
begadang deh..”
“Terus
aja, lo belain tuh partner ‘Script-Writer’
lo. Gue ngga mau tau. April besok kita udah mulai syuting. Naskah belom jadi,
terus kita belum milih peran, belum dapet orang. Mikir dong!” sentak Monic
garang, Rayana makin menundukan kepalanya.
Tiba-tiba sebuah
tangan besar meraih tangannya dan meremas pelan, “Everything gonna be okay..” bisik Aldo menenangkan, Rayana
mengangguk. Dia tersenyum, meski matanya berkaca-kaca. Malu, kesal, marah,
capek, ah! Pokoknya rasanya campur aduk, ingin menangis.
“Keluar dari
sini, gue cekek lo. Gapapa kan?” tanya Rayana dengan suara bergetar. Aldo
terkikik pelan. “Bunuh juga gapapa kok..” jawabnya sambil masih terkikik. Tama
berdeham keras.
“Yang kena
‘Cinta Lokasi’, bisa kali dengerin kita dulu?” pertanyaan Tama yang sarat akan
sindiran membuat Rayana buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman Aldo.
Tiga jam
kemudian, rapat yang berjalan alot itu selesai. Rayana sudah kesal setengah
mati pada Tama dan Monic. Begitu keluar, dia langsung menarik tangan Aldo
menuju tempat yang lumayan sepi.
Hiks..
“Sial! Gue
capeee!!” sebuah teriakan yang bercampur tangis membuat Aldo menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. “Maafin gue, Ra..” ujar Aldo lembut. Tangis Rayana
justru semakin kencang,
“Gara-gara
lo! Kenapa sih gue harus dapet job bareng lo? Kenapa?! Lo tau? Ini nyiksa
banget! Sumpah!” sembur Rayana sambil memukuli tubuh lelaki di hadapannya
“Iya, gue
tau. Maafin gue, Ra.” Bisik Aldo setelah menangkap kedua tangan Rayana dan
menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
“Gue ngga
ngerti, kenapa gue kejebak di dunia kaya gini? Dunia yang memusingkan..” ujar Rayana
lemah,
“Lo
berubah. Lo tau kan, gue sayang sama Rangga? Kita udah jalan dua tahun..”
lanjut Rayana
“Apa yang
lo harepin dari cewek taken yang gak
bisa lepas dari cowoknya meskipun dia udah di sakitin?”
“Perasaan
orang bisa berubah seiring berjalannya waktu. Sorry udah bikin lo nangis hari ini.” bisik Aldo. Rayana segera
menjauhkan tubuhnya dari lelaki di hadapannya.
“Perasaan
emang dinamis, tapi komitmen itu statis.”
***
Setelah puas
menangis dan memaki Aldo, Rayana segera melarikan diri menuju rumahnya. Di
perjalanan pikirannya bercabang kemana-mana. Perasaan apa ini? dunia apa yang
menjebaknya? Rayana mendesah frustasi.
‘Eh, liat
deh. Meme comic. Gokil!!’
‘Apaan
emang?’
‘Gambarnya
sih, Indomie. Tulisannya : kadang yang spesial kalah sama yang selalu ada!’
‘Hah?
Anjiirrr!!’
Kemudian
hanya tawa menjengkelkan yang bersahutan, membuat Rayana ingin sekali menghajar
dua lelaki di depannya yang cekikikan.
Pandangan Rayana
teralih pada sebuah motor yang terjebak macet bersama bus yang di tumpanginya.
Sekali lagi, Rayana mempertajam indra penglihatannya. Itu, Rangga?
Dengan
mata menyipit, dan mobil yang berjalan pelan lalu sejajar dengan motor itu. Rayana
mendengus. Ada apa dengan hari ini?? sialaan!!!
****
‘Ga, ke
rumah bentar. Urgent. GPL ya, Please.’ Sebaris pesan singkat dari Rayana
terpampang di layar ponsel Rangga. Lelaki itu mendesah, untuk apa Rayana
menghubunginya? Belum cukup kah pertunjukan dramatis tadi siang? Berpelukan? Di
tempat sepi? Cih.
Rangga
tidak mengerti, kenapa belakangan ini Rayana terlihat berbeda dari biasanya. Di
tambah dengan ‘partner’ nya yang
entah sejak kapan mulai melayangkan pandangan memujanya yang kurangajar untuk
kekasihnya. Rangga tidak bodoh untuk mengartikan pandangan itu.
“Ga,
bengong mulu. Tuh, Gambar Tekniknya pake skala yang 1:3 aja. Biar besok pas
praktek TKR (Re : Teknik Kendaraan
Ringan) gampang.” Suara Tiwi mengalun lembut, menyentak Rangga untuk
kembali ke dunianya. Dengan gelagapan lelaki itu mengangguk dan mengiyakan.
“Kenapa
sih, Ga? Ada masalah sama Rayana?” tanya Tiwi yang kini sibuk dengan sketsanya,
Rangga menghela napas. “Hm.. gitu deh..” jawabnya enggan. Lelaki itu
mengalihkan pandangannya ke gambar sketsa miliknya yang berantakan.
“Selesein
dulu deh masalahnya, kita bisa garap ini nanti sore. Gue minta bantuan Danu aja
deh,” ujar Tiwi sambil menghela napas.
“Minta
bantuan lo saat ini kayanya ga tepat. Gambar teknik lo bahkan lebih jelek dari
punya gue.” Lanjut Tiwi. Rangga menghentikan sejenak kegiatan gambarnya dan
melihat sketsa milik Tiwi di sebelahnya. Dan benar saja, gambarnya sangat
berantakan. Kalo ada desain motor begini, kayanya motor itu cuma tahan dua
hari, mengingat tidak beraturannya gambar yang di buat Rangga. “Hhh.. kayanya
gue harus pergi, sorry ga bisa
bantuin lo.” Ujar Rangga dengan menyesal. Tiwi tersenyum lebar.
“Santai
aja kali, lo kan udah sering bantuin gue..” balas Tiwi, Rangga memaksakan
senyum nya.
“Gue pergi
dulu ya, Wi.” Pamit Rangga yang di balas anggukan oleh Tiwi.
****
Rayana
tidak tahu seperti apa bentuk wajahnya saat ini, yang pasti bakal sangat
mengerikan jika dia bercermin. Mengingat seharian dia menangis dan bergelung di
kasur begitu sampai di rumah.
Rangga
sialan! Kenapa di saat dia mulai percaya lagi dengan cowok itu, Rangga malah
mengecewakannya?
Kenapa
disaat dia mati-matian mempertahankan hubungan mereka, Rangga seenaknya jalan
di belakang bersama wanita lain? Argh!!
“Aya, ada
Kak Rangga tuh. Keluar dulu coba.” Suara mama terdengar di balik pintu, buru-buru
Rayana bangkit dari kasur, “Iya, bilang tunggu bentar.” Sahut Rayana. Gadis itu
mengejek penampilannya sendiri ketika melewati cermin. Rangga pasti senang
melihatnya seperti ini, apalagi di ambang perpisahan mereka. Rayana sendiri
malas memperbaiki penampilannya, biarlah. Dia berjanji hanya untuk hari ini dia
menangis. Ya, cuma hari ini.
Rangga
yang menunggu Rayana di teras depan terkejut dengan penampilan gadisnya yang
sangat berantakan. Di tambah dengan mata bengkak dan wajah memerah seperti habis
menangis seharian. Wait, menangis? Seharian?
“Na, kamu
kenapa?” tanya Rangga pelan, Rayana menggeleng lemah. “Gak papa.” Jawabnya
singkat.
“Ga, kita.
Udahan aja ya.” Pinta Rayana cuek, Rangga menaikkan sebelah alisnya,
“Maksudnya?”
“Kita
udahan, putus.”
“Astaga!
Jadi setelah aku cape-cape kesini, kamu cuma mau bilang putus, Na? Gitu?” tanya
Rangga dengan tajam, Rayana menatapnya menantang. “Kalo iya kenapa? Toh, ini
lebih baik daripada ngomong putus di telfon atau sms. Cemen.”
“Yaudah.
Kalo kamu maunya udahan. Lagipula, aku udah capek sama tingkah kamu. Apalagi
sama ‘Partner Script-Writer’ kamu itu. Pelukan di tempat sepi? Cih. Drama
banget!”
“Terus,
diem-diem jalan sama temen cewek? Apa namanya? Sial!”
“Dia Cuma
temen, Na. Just Friend!”
“Nah, Aldo
juga gitu. Just. Friend.”
“Terserah
lah.”
****
Sudah satu
bulan lebih Rayana dan Rangga lost contact, keduanya juga sangat jarang bertemu
belakangan ini. padahal mereka satu sekolah. Dan, berita putusnya hubungan
Rayana dan Rangga sudah menyebar di seantero sekolah seperti kuman yang
berkembang biak.
“Ra, lo
sama Aldo berangkat duluan sana. Udah di tunggu Monic katanya.” Hanum berujar
pada Rayana yang sibuk berdebat dengan Aldo masalah naskah.
“Ih, kan
ini kemaren udah di apus. Liat geh master breakdown nya. Ini ngga ada disana.
lo gimana sih?!” Rayana bertanya kesal, Aldo menghela napasnya. “Kita ke lokasi
syuting deh. Mastiin Monic make scene ini apa ngga. Setau gue, kemaren dia make
naskah asli. Jadi gak tau deh Breakdown nya kaya gimana.” Jawab Aldo setenang mungkin,
dengan sebal akhirnya Rayana menyetujui usulan Aldo untuk survey ke lokasi
syuting.
****
“Nah, kan.
Monic make naskah yang udah gue edit. Lo sih, ngapain coba panas-panasan
kesini. Males ah. Ngadem yuk!” ajak Rayana sambil menarik lengan lelaki di
sampingnya menuju sebuah cafe yang kebetulan tidak jauh dari lokasi syuting.
“Mau pesen
apa? Kopi?” tanya Rayana yang di balas anggukan oleh Aldo. Akhirnya, Rayana
memesan secangkir kopi untuk Aldo, ice lemon tea dan waffle untuknya.
“Em.. Ra,
buku yang gue kasih.. udah di baca?” tanya Edo memecah lamunan Rayana, gadis
itu menggeleng. “Belum, Do. Sorry, kayanya setelah selesai syuting baru gue
baca deh..” jawabnya dengan menyesal. Aldo hanya mengangguk.
“Ra.. gue
boleh curhat?”
“Curhat
apa?” Rayana balik bertanya, “Gue suka sama cewek nih..” jawab Aldo sambil
tersenyum. Rayana mengangkat sebelah alisnya. Jantungnya berdegup sedikit lebih
cepat dari biasanya.
“Serius?
Sama siapa?” tanya Rayana antusias, meski perasaannya jadi aneh sendiri.
Rasanya, seperti.. tidak rela?
“Ada deh..
ceweknya asik. Gue sama dia udah klop, tapi dianya susah nih..” keluh Aldo,
“Susah kenapa?” tanya Rayana. Lelaki itu menghela napasnya berat. “Dia masih stuck sama mantannya.” Jawab Aldo sambil
menerawang. Rayana langsung diam di posisinya, “Gimana ya?” lanjut Aldo.
“Emh...
kenapa gak lo coba buat bantu dia move on?” tanya Rayana lagi, “Gue udah usaha.
Semampu gue, tapi dianya bener-bener susah Ra. Dia masih diem-diem merhatiin
mantannya, masih diem-diem mantau mantannya. Dia ngga pernah liat gue.” Jawab
Aldo pelan.
“Kejar
dong, ko nyerah gitu sih..” Rayana berujar untuk menghibur Aldo, meski dalam
hati dia kebat-kebit sendiri karena perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba
menghampirinya.
“Yah, gue
udah kejar. Dia sebenernya deket, Cuma dia menutup diri. Sampe akhirnya gak
bisa gue kejar,”—‘Rayana...’ ujar
Aldo, Rayana menghembuskan napasnya. “Do, kita balik aja yuk. Udah sore nih,
males kalo pulang bareng kru lain. Bisa sampe tengah malem disini..” pinta
Rayana, Aldo mengangguk. mereka segera membayar bill nya dan pergi.
****
“Ra,
jangan lupa bukunya di baca ya.” Pesan Aldo setelah mereka sampai di gerbang
rumah Rayana. Gadis itu mengangguk. “Iyaaaaa..” balasnya, Aldo tertawa gemas.
“Gue balik
ya, bye.” Pamitnya lalu menghilang di ujung jalan. Rayana segera masuk ke
rumahnya menuju kamar lalu menguncinya. Gadis itu segera membuka laci meja nya
dan mendapati buku yang bulan lalu di berikan oleh Aldo.
S.H.M.I.L.Y?
Rayana
tertegun sejenak. Apa ini maksudnya? Rayana tidak bodoh untuk menangkap segala
maksud dan perhatian yang di berikan Aldo. Di tambah dengan buku ini? buku yang
dulu mati-matian di carinya untuk Rangga. Kini, Aldo memberikannya untuknya. See How Much I Love You..
Di bukanya
buku tersebut dan Rayana kembali di buat tertegun dengan sebuah puisi karangan
sastrawan Sapardi Djoko Damono.
Astaga!
Dunia apa yang menjebaknya saat ini? dengan air mata yang membasahi wajahnya.
Dia mendial nomor Aldo.
‘Halo,
Ra?’ suara dari sebrang terdengar, “Do, maafin gue. Gue gak bisa. Gue masih
sayang sama dia.” Ujar Rayana sambil terisak.
‘Its Okay,
ini udah gue prediksi kok.’ Balas lelaki di sebrang sambil terkikik.
“Sebenernya, apa yang lo harepin dari cewek gagal move on dan masih stuck sama
mantannya? Kasih gue alasan!”
‘Kadang,
cinta ngga memandang siapa dan bagaimana orangnya. Cinta selalu membenarkan apa
yang seharusnya salah. Cinta gak butuh alasan, Na.’
“Terus,
apa yang bikin gue harus bertahan sama lo?” tanya Rayana di sela tangisnya.
‘Ngga harus, kalo lo ngga mau, lo bisa pergi kok..’ jawab Aldo kalem. ‘Eh, udah
dulu ya. Na. Gue mau mandi.’
“Do..”
Telpon
terputus dengan Rayana yang masih membuka halaman pertama yang berisi tulisan
jelek Aldo...
Ini,
adalah kisah nyata yang di rubah nama tokohnya. Gue berdoa, semoga ngga ada
anak MM’13 yang nge-stalk blog gue dan membaca tulisan nista ini. gue gak bakat
nulis, tapi karena ada bang Reval yang memotivasi gue, maka. Lahirlah tulisan
ini. silahkan timpukin gue pake es campur, kolak, es buah, ice cream, chicken
nugget, atau sosis bakar. Bagian timpuk akan di hidden XD gue ngerasa. Kayanya perlu
aja nulis ini. menang-kalah urusan belakangan. Toh, sambil menyelam minum es
buah? /plak!/ beban gue terangkat, dan kalo Tuhan mengijinkan. Gue bisa dapet
dua buku gratis, iya kan? XD
Oke lah,
sekian. Semoga kalian semua berkenan. Untuk Rangga, dan Aldo gue di dunia
nyata. Terimakasih sudah menjadi inspirator. Kalo ngga ada kalian, mungkin gue
ngga akan belajar lebih banyak. Sekali lagi terimakasih.
Regards,
A.Adi
Budianty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar