Translate

Kamis, 02 Juli 2015

Behind the Scene #RamadhanGiveaway


“Diikutkan untuk Ramadhan Giveaway dengan tema ‘Friendzone’”



“Ra, baca deh ini..”
“Apaan Do?”
Lelaki itu hanya tersenyum tipis, “Baca aja. Gue duluan ya. Semangat nulisnya!”
Rayana hanya mengerutkan dahinya melihat lelaki itu pergi dari hadapannya. Pandangannya kembali terfokus pada layar laptop dan kembali mengetik, menghapusnya, dan kembali mengetik.

[SC8. EXT. Jalan. Siang Hari]
Bintang : “ Bulan!!”
Bulan : “ Apaan sih, kamu tuh sok peduli banget ya! Ngapain sih kamu ngikutin aku terus?! Kamu tuh hidup kurang kerjaan banget ya! Orang tua ku aja ngga pernah tuh sampe peduli kaya gitu! Aku ngga butuh surat-surat kamu! Kasih aja surat-surat itu buat orang tua kamu!
Bintang : “ Aku kan Cuma mau jadi temen kamu doang! Aku peduli sama kamu!”
Bulan : “ Aku ngga mau di peduliin sama kamu!”
Bulan meninggalkan Bintang.

Sejauh ini Rayana baru menghasilkan delapan scene untuk film yang akan di garap dalam beberapa bulan kedepan. Rayana mendesah frustasi. Gadis itu mengacak rambutnya gelisah,
“Mampus! Gue bisa di hajar sama si Monic kalo Script-nya ngga selesai..” erangnya.  Tiba-tiba sebuah tangan mampir di kepalanya, lalu mengusap rambutnya lembut.
“Astaga! Rangga!” pekiknya, sedangkan lelaki yang membuatnya kaget hanya cengengesan.
Lelaki yang di panggil Rangga itu kemudian menjatuhkan tubuhnya di kursi, tepat di sebelah Rayana.
“Na, buku apaan ini? Dari siapa?” tanya Rangga sambil meraih buku yang tergeletak di meja, Rayana segera mengalihkan pandangannya dari laptop.
“Oh, dari Aldo. Gak tau buku apa. Kemaren sih aku request buku sastra gitu..” jawab Rayana lalu merebut buku itu dengan cepat. Rangga mendengus sebal,
“Kamu kayanya deket banget ya sama dia, Na?” tanya Rangga dengan sedikit ketus. Rayana menghela napasnya. “Ga, kita udah ngomongin ini berkali-kali. Please. Dia partner aku. Kita sama-sama Script-Writer.”
“Yeah, apapun itu. Terserah kamu. Aku ngga ngerti.” Balas Rangga tak acuh. Rayana segera menyimpan pekerjaannya dan mematikan laptop.
“Udah deh, jalan yuk. Udah enek nih nulis. Cuma dapet delapan scene doang.” Keluh Rayana, Rangga mengangguk saja. meski hatinya masih sedikit dongkol.

*****

‘Ra, bukunya udah di baca belum?’
Rayana membaca pesan singkat yang di kirimkan Aldo. Dengan sigap dia mengetikkan balasan untuk Aldo.
‘Belum Do. Sorry, ini lagi jalan sama Rangga.’
‘Oh, Have fun ya.’ Balasan singkat dari Aldo membuat Rayana merasa tidak nyaman, gadis itu menggigit bibir bawahnya gelisah. ‘duh, ngambek nih cowok’ gerutunya dalam hati. dari kejauhan, terlihat Rangga membawa ice cream yang dia pesan sebelumnya. Buru-buru Rayana memasukkan ponsel ke dalam tas sebelum Rangga tahu. Bisa kena amukan kalo Rangga tahu dia berbalas pesan dengan Aldo ketika mereka jalan berdua.
“Nih ice creamnya.” Ujar Rangga sambil menyodorkan ice cream ke hadapan Rayana. “Thanks, Ga” ucap Rayana sambil tersenyum.
“Kita mau jalan kemana nih?” tanya Rangga ketika Rayana masih sibuk dengan ice creamnya, “Tew..she..rah..” jawab Rayana dengan mulut penuh ice cream, Rangga tertawa kecil. Dia mengusap ice cream yang ada di pipi Rayana. “Makan kaya anak kecil. Halah.” Gumamnya sambil tertawa. Rayana terkesiap, wajahnya terasa memanas.
‘Oh, My.. Rangga.. tumben banget jadi cowok so sweet kaya di novel?!! Biasanya kan jutek kaya satpam yang di kecengin banci!!’
“Ngelamunnya udahan dulu kali, Na. Itu ice creamnya meleleh kemana-mana.”
“Ish! Dasar perusak suasana!!”
“Pesona abang Cuma buat Rayana seorang, dont worry.” Bisik Rangga menggoda, Rayana memukul lengan lelaki di sebelahnya. “Rangga! Jibang! Lo kesambet apaan?!!” teriak Rayana kesal meninggalkan Rangga yang masih terbahak di kursinya.

****

Seharian jalan berdua dengan Rangga ternyata cukup efektif mengembalikan mood Rayana untuk menulis naskah nya kembali, gadis itu segera membuka laptopnya dan meneruskan pekerjaannya.
Sudah hampir dua jam Rayana berkutat di hadapan laptopnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan sebuah pesan masuk.

‘Aldo : gue tau lo pasti belum tidur. Tidur gih, urusan script besok gue kasih tau lagi sama Monic. Kayanya ada beberapa scene yang harus di ganti.’

Rayana membulatkan matanya kaget. Hah? Ada scene yang berubah?! Kenapa ngga bilang dari tadi?!! Arrgghh!!
Dengan kesal Rayana meraih ponselnya lalu mendial sebuah nomor.
‘Halo’
“Aldo kampret! Kenapa ngga bilang daritadi kalo bakal ada scene yang berubah?! Tau gitu tadi gue tidur aja! Sial!!” semprot Rayana ketika orang dari sebrang mengangkat telponnya.
‘Lo kan lagi sibuk sama Rangga. Makanya gak gue kasih tau. Takut mengganggu.’
“Halah! Emang biasanya juga ngeganggu, kan?” tanya Rayana sinis, terdengar helaan napas dari sebrang.
‘Ya, gue tau. Gue emang pengganggu.’ Suara dari sebrang menjawab lemah.
Rayana terkesiap, dia kini menghembuskan napasnya. Mencoba menenangkan diri.
“Bukan gitu, Do. Ya, gue kesel aja. Kenapa lo baru ngasih tau sekarang, coba dari tadi. Kan gue bisa tidur gasik.”
‘Hm, sorry. Rayana.’
“Okelah, sekarang gue maafin.” Ujar Rayana lemah,
‘Buku yang gue kasih, udah di baca?’
“Belum. Gue kan lembur. Lagian, itu buku apa sih? Judulnya aneh,”
Dont Judge book by Cover or title ya, Ra. Pokoknya wajib di baca. Gabakal bikin ngantuk deh buku itu..’
“Iya, Mr. Pemaksaaa,”
‘Yaudah, sekarang tidur. Guten Natch..’
“Hm, Guten Natch
Liebe..’
Tuuutt.. tuuut..
Panggilan itu terputus, Rayana mengerutkan dahinya. Hah? Apa tadi Liebe? Maksudnya??
Haduh! Rayana segera mematikan laptopnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya,
Sebenernya, Aldo itu kenapa sih? Selama ini, dia biasa saja. kenapa setelah dapat job bareng dia jadi aneh? Tolong ingatkan Rayana untuk tidak terlalu percaya diri, tapi. Rasanya, setelah mereka bekerja sama sikap Aldo berubah jadi aneh. Belakangan ini, lelaki itu kadang terlihat diam-diam memperhatikannya, dia suka terlihat sebal jika tiba-tiba Rangga datang. Padahal, sebelumnya biasa saja, di kelas juga tak ada masalah. Lalu, sekarang?
Rayana mengacak rambutnya gusar. Ada apa sih ini?!! belum selesai Aldo yang tiba-tiba jadi aneh, sekarang giliran Rangga yang aneh. Lelaki itu, selama menjalin hubungan selama hampir dua tahun baru kali ini Rangga terlihat chessy. Padahal, biasanya bersikap ketus. Atau malah kadang pura-pura tidak mengenal Rayana jika tidak sengaja bertemu. Tapi, semenjak sikap Aldo berubah. Rangga juga ikut berubah. Apa jangan-jangan negara api menyerang mereka? Oke, stop Rayana! Pikiranmu sudah melantur jauh!
Dengan gusar Rayana segera menarik selimut menutupi tubuhnya dan terlelap.

****

Paginya, Rayana terbangun karena ponselnya terus berdering nyaring. Pasti Rangga! Tebaknya.
“Halo..”
‘Na, bangun. Subuh.’ Suara lembut dan menyejukkan dari sebrang langsung membuat Rayana terlonjak dari kasurnya. “I-iya, ini juga udah bangun kok!” elaknya, terdengar kekehan di sebrang.
‘Sekarang jam berapa coba?’
“Jam setengah lima!” jawab Rayana cepat. Lelaki dari sebrang terbahak.
‘Masa? Coba buka gordennya deh. Aku mandi dulu ya, daaah~’
Rayana segera loncat dari kasur dan menyibakkan gorden kamarnya. “Rangga sialaaaaann!!” makinya lalu segera berlari menuju kamar mandi.

****

Rayana berlari menuju ruang rapat, pasti kena semprot Monic dan Tama nih! Aduuh!
Sesampainya di ruang rapat, Rayana di sambut wajah garang Monic dan tatapan tajam Tama. Dalam hati, Rayana terus merapal doa semoga saja dia tidak di depak saat itu juga.
Dengan langkah ragu, Rayana segera duduk di samping Aldo yang sudah rapi dengan kemejanya, berbeda dengannya yang terlihat awut-awutan.
“Habis menerjang badai lagi ya, Ra?” Monic bertanya sinis, Rayana menundukkan kepalanya bersalah. “Ini salah gue Nic. Lupa bilang sama Rayana kalo ada scene yang bakal di ganti. Dia jadi begadang deh..”
“Terus aja, lo belain tuh partner ‘Script-Writer’ lo. Gue ngga mau tau. April besok kita udah mulai syuting. Naskah belom jadi, terus kita belum milih peran, belum dapet orang. Mikir dong!” sentak Monic garang, Rayana makin menundukan kepalanya.
Tiba-tiba sebuah tangan besar meraih tangannya dan meremas pelan, “Everything gonna be okay..” bisik Aldo menenangkan, Rayana mengangguk. Dia tersenyum, meski matanya berkaca-kaca. Malu, kesal, marah, capek, ah! Pokoknya rasanya campur aduk, ingin menangis.
“Keluar dari sini, gue cekek lo. Gapapa kan?” tanya Rayana dengan suara bergetar. Aldo terkikik pelan. “Bunuh juga gapapa kok..” jawabnya sambil masih terkikik. Tama berdeham keras.
“Yang kena ‘Cinta Lokasi’, bisa kali dengerin kita dulu?” pertanyaan Tama yang sarat akan sindiran membuat Rayana buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman Aldo.
Tiga jam kemudian, rapat yang berjalan alot itu selesai. Rayana sudah kesal setengah mati pada Tama dan Monic. Begitu keluar, dia langsung menarik tangan Aldo menuju tempat yang lumayan sepi.
Hiks..
“Sial! Gue capeee!!” sebuah teriakan yang bercampur tangis membuat Aldo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Maafin gue, Ra..” ujar Aldo lembut. Tangis Rayana justru semakin kencang,
“Gara-gara lo! Kenapa sih gue harus dapet job bareng lo? Kenapa?! Lo tau? Ini nyiksa banget! Sumpah!” sembur Rayana sambil memukuli tubuh lelaki di hadapannya
“Iya, gue tau. Maafin gue, Ra.” Bisik Aldo setelah menangkap kedua tangan Rayana dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
“Gue ngga ngerti, kenapa gue kejebak di dunia kaya gini? Dunia yang memusingkan..” ujar Rayana lemah,
“Lo berubah. Lo tau kan, gue sayang sama Rangga? Kita udah jalan dua tahun..” lanjut Rayana
“Apa yang lo harepin dari cewek taken yang gak bisa lepas dari cowoknya meskipun dia udah di sakitin?”
“Perasaan orang bisa berubah seiring berjalannya waktu. Sorry udah bikin lo nangis hari ini.” bisik Aldo. Rayana segera menjauhkan tubuhnya dari lelaki di hadapannya.
Perasaan emang dinamis, tapi komitmen itu statis.

***

Setelah puas menangis dan memaki Aldo, Rayana segera melarikan diri menuju rumahnya. Di perjalanan pikirannya bercabang kemana-mana. Perasaan apa ini? dunia apa yang menjebaknya? Rayana mendesah frustasi.
‘Eh, liat deh. Meme comic. Gokil!!’
‘Apaan emang?’
‘Gambarnya sih, Indomie. Tulisannya : kadang yang spesial kalah sama yang selalu ada!’
‘Hah? Anjiirrr!!’
Kemudian hanya tawa menjengkelkan yang bersahutan, membuat Rayana ingin sekali menghajar dua lelaki di depannya yang cekikikan.
Pandangan Rayana teralih pada sebuah motor yang terjebak macet bersama bus yang di tumpanginya. Sekali lagi, Rayana mempertajam indra penglihatannya. Itu, Rangga?
Dengan mata menyipit, dan mobil yang berjalan pelan lalu sejajar dengan motor itu. Rayana mendengus. Ada apa dengan hari ini?? sialaan!!!

****

Ga, ke rumah bentar. Urgent. GPL ya, Please.’ Sebaris pesan singkat dari Rayana terpampang di layar ponsel Rangga. Lelaki itu mendesah, untuk apa Rayana menghubunginya? Belum cukup kah pertunjukan dramatis tadi siang? Berpelukan? Di tempat sepi? Cih.
Rangga tidak mengerti, kenapa belakangan ini Rayana terlihat berbeda dari biasanya. Di tambah dengan ‘partner’ nya yang entah sejak kapan mulai melayangkan pandangan memujanya yang kurangajar untuk kekasihnya. Rangga tidak bodoh untuk mengartikan pandangan itu.
“Ga, bengong mulu. Tuh, Gambar Tekniknya pake skala yang 1:3 aja. Biar besok pas praktek TKR (Re : Teknik Kendaraan Ringan) gampang.” Suara Tiwi mengalun lembut, menyentak Rangga untuk kembali ke dunianya. Dengan gelagapan lelaki itu mengangguk dan mengiyakan.
“Kenapa sih, Ga? Ada masalah sama Rayana?” tanya Tiwi yang kini sibuk dengan sketsanya, Rangga menghela napas. “Hm.. gitu deh..” jawabnya enggan. Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke gambar sketsa miliknya yang berantakan.
“Selesein dulu deh masalahnya, kita bisa garap ini nanti sore. Gue minta bantuan Danu aja deh,” ujar Tiwi sambil menghela napas.
“Minta bantuan lo saat ini kayanya ga tepat. Gambar teknik lo bahkan lebih jelek dari punya gue.” Lanjut Tiwi. Rangga menghentikan sejenak kegiatan gambarnya dan melihat sketsa milik Tiwi di sebelahnya. Dan benar saja, gambarnya sangat berantakan. Kalo ada desain motor begini, kayanya motor itu cuma tahan dua hari, mengingat tidak beraturannya gambar yang di buat Rangga. “Hhh.. kayanya gue harus pergi, sorry ga bisa bantuin lo.” Ujar Rangga dengan menyesal. Tiwi tersenyum lebar.
“Santai aja kali, lo kan udah sering bantuin gue..” balas Tiwi, Rangga memaksakan senyum nya.
“Gue pergi dulu ya, Wi.” Pamit Rangga yang di balas anggukan oleh Tiwi.

****

Rayana tidak tahu seperti apa bentuk wajahnya saat ini, yang pasti bakal sangat mengerikan jika dia bercermin. Mengingat seharian dia menangis dan bergelung di kasur begitu sampai di rumah.
Rangga sialan! Kenapa di saat dia mulai percaya lagi dengan cowok itu, Rangga malah mengecewakannya?
Kenapa disaat dia mati-matian mempertahankan hubungan mereka, Rangga seenaknya jalan di belakang bersama wanita lain? Argh!!
“Aya, ada Kak Rangga tuh. Keluar dulu coba.” Suara mama terdengar di balik pintu, buru-buru Rayana bangkit dari kasur, “Iya, bilang tunggu bentar.” Sahut Rayana. Gadis itu mengejek penampilannya sendiri ketika melewati cermin. Rangga pasti senang melihatnya seperti ini, apalagi di ambang perpisahan mereka. Rayana sendiri malas memperbaiki penampilannya, biarlah. Dia berjanji hanya untuk hari ini dia menangis. Ya, cuma hari ini.
Rangga yang menunggu Rayana di teras depan terkejut dengan penampilan gadisnya yang sangat berantakan. Di tambah dengan mata bengkak dan wajah memerah seperti habis menangis seharian. Wait, menangis? Seharian?
“Na, kamu kenapa?” tanya Rangga pelan, Rayana menggeleng lemah. “Gak papa.” Jawabnya singkat.
“Ga, kita. Udahan aja ya.” Pinta Rayana cuek, Rangga menaikkan sebelah alisnya,
“Maksudnya?”
“Kita udahan, putus.”
“Astaga! Jadi setelah aku cape-cape kesini, kamu cuma mau bilang putus, Na? Gitu?” tanya Rangga dengan tajam, Rayana menatapnya menantang. “Kalo iya kenapa? Toh, ini lebih baik daripada ngomong putus di telfon atau sms. Cemen.”
“Yaudah. Kalo kamu maunya udahan. Lagipula, aku udah capek sama tingkah kamu. Apalagi sama ‘Partner Script-Writer’ kamu itu. Pelukan di tempat sepi? Cih. Drama banget!”
“Terus, diem-diem jalan sama temen cewek? Apa namanya? Sial!”
“Dia Cuma temen, Na. Just Friend!”
“Nah, Aldo juga gitu. Just. Friend.”
“Terserah lah.”

****

Sudah satu bulan lebih Rayana dan Rangga lost contact, keduanya juga sangat jarang bertemu belakangan ini. padahal mereka satu sekolah. Dan, berita putusnya hubungan Rayana dan Rangga sudah menyebar di seantero sekolah seperti kuman yang berkembang biak.
“Ra, lo sama Aldo berangkat duluan sana. Udah di tunggu Monic katanya.” Hanum berujar pada Rayana yang sibuk berdebat dengan Aldo masalah naskah.
“Ih, kan ini kemaren udah di apus. Liat geh master breakdown nya. Ini ngga ada disana. lo gimana sih?!” Rayana bertanya kesal, Aldo menghela napasnya. “Kita ke lokasi syuting deh. Mastiin Monic make scene ini apa ngga. Setau gue, kemaren dia make naskah asli. Jadi gak tau deh Breakdown nya kaya gimana.” Jawab Aldo setenang mungkin, dengan sebal akhirnya Rayana menyetujui usulan Aldo untuk survey ke lokasi syuting.

****

“Nah, kan. Monic make naskah yang udah gue edit. Lo sih, ngapain coba panas-panasan kesini. Males ah. Ngadem yuk!” ajak Rayana sambil menarik lengan lelaki di sampingnya menuju sebuah cafe yang kebetulan tidak jauh dari lokasi syuting.
“Mau pesen apa? Kopi?” tanya Rayana yang di balas anggukan oleh Aldo. Akhirnya, Rayana memesan secangkir kopi untuk Aldo, ice lemon tea dan waffle untuknya.
“Em.. Ra, buku yang gue kasih.. udah di baca?” tanya Edo memecah lamunan Rayana, gadis itu menggeleng. “Belum, Do. Sorry, kayanya setelah selesai syuting baru gue baca deh..” jawabnya dengan menyesal. Aldo hanya mengangguk.
“Ra.. gue boleh curhat?”
“Curhat apa?” Rayana balik bertanya, “Gue suka sama cewek nih..” jawab Aldo sambil tersenyum. Rayana mengangkat sebelah alisnya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya.
“Serius? Sama siapa?” tanya Rayana antusias, meski perasaannya jadi aneh sendiri. Rasanya, seperti.. tidak rela?
“Ada deh.. ceweknya asik. Gue sama dia udah klop, tapi dianya susah nih..” keluh Aldo, “Susah kenapa?” tanya Rayana. Lelaki itu menghela napasnya berat. “Dia masih stuck sama mantannya.” Jawab Aldo sambil menerawang. Rayana langsung diam di posisinya, “Gimana ya?” lanjut Aldo.
“Emh... kenapa gak lo coba buat bantu dia move on?” tanya Rayana lagi, “Gue udah usaha. Semampu gue, tapi dianya bener-bener susah Ra. Dia masih diem-diem merhatiin mantannya, masih diem-diem mantau mantannya. Dia ngga pernah liat gue.” Jawab Aldo pelan.
“Kejar dong, ko nyerah gitu sih..” Rayana berujar untuk menghibur Aldo, meski dalam hati dia kebat-kebit sendiri karena perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menghampirinya.
“Yah, gue udah kejar. Dia sebenernya deket, Cuma dia menutup diri. Sampe akhirnya gak bisa gue kejar,”—‘Rayana...’ ujar Aldo, Rayana menghembuskan napasnya. “Do, kita balik aja yuk. Udah sore nih, males kalo pulang bareng kru lain. Bisa sampe tengah malem disini..” pinta Rayana, Aldo mengangguk. mereka segera membayar bill nya dan pergi.

****

“Ra, jangan lupa bukunya di baca ya.” Pesan Aldo setelah mereka sampai di gerbang rumah Rayana. Gadis itu mengangguk. “Iyaaaaa..” balasnya, Aldo tertawa gemas.
“Gue balik ya, bye.” Pamitnya lalu menghilang di ujung jalan. Rayana segera masuk ke rumahnya menuju kamar lalu menguncinya. Gadis itu segera membuka laci meja nya dan mendapati buku yang bulan lalu di berikan oleh Aldo.
S.H.M.I.L.Y?
Rayana tertegun sejenak. Apa ini maksudnya? Rayana tidak bodoh untuk menangkap segala maksud dan perhatian yang di berikan Aldo. Di tambah dengan buku ini? buku yang dulu mati-matian di carinya untuk Rangga. Kini, Aldo memberikannya untuknya. See How Much I Love You..
Di bukanya buku tersebut dan Rayana kembali di buat tertegun dengan sebuah puisi karangan sastrawan Sapardi Djoko Damono.
Astaga! Dunia apa yang menjebaknya saat ini? dengan air mata yang membasahi wajahnya. Dia mendial nomor Aldo.
‘Halo, Ra?’ suara dari sebrang terdengar, “Do, maafin gue. Gue gak bisa. Gue masih sayang sama dia.” Ujar Rayana sambil terisak.
‘Its Okay, ini udah gue prediksi kok.’ Balas lelaki di sebrang sambil terkikik. “Sebenernya, apa yang lo harepin dari cewek gagal move on dan masih stuck sama mantannya? Kasih gue alasan!”
‘Kadang, cinta ngga memandang siapa dan bagaimana orangnya. Cinta selalu membenarkan apa yang seharusnya salah. Cinta gak butuh alasan, Na.’
“Terus, apa yang bikin gue harus bertahan sama lo?” tanya Rayana di sela tangisnya. ‘Ngga harus, kalo lo ngga mau, lo bisa pergi kok..’ jawab Aldo kalem. ‘Eh, udah dulu ya. Na. Gue mau mandi.’
“Do..”
Telpon terputus dengan Rayana yang masih membuka halaman pertama yang berisi tulisan jelek Aldo...












Ini, adalah kisah nyata yang di rubah nama tokohnya. Gue berdoa, semoga ngga ada anak MM’13 yang nge-stalk blog gue dan membaca tulisan nista ini. gue gak bakat nulis, tapi karena ada bang Reval yang memotivasi gue, maka. Lahirlah tulisan ini. silahkan timpukin gue pake es campur, kolak, es buah, ice cream, chicken nugget, atau sosis bakar. Bagian timpuk akan di hidden XD gue ngerasa. Kayanya perlu aja nulis ini. menang-kalah urusan belakangan. Toh, sambil menyelam minum es buah? /plak!/ beban gue terangkat, dan kalo Tuhan mengijinkan. Gue bisa dapet dua buku gratis, iya kan? XD
Oke lah, sekian. Semoga kalian semua berkenan. Untuk Rangga, dan Aldo gue di dunia nyata. Terimakasih sudah menjadi inspirator. Kalo ngga ada kalian, mungkin gue ngga akan belajar lebih banyak. Sekali lagi terimakasih.
Regards,
A.Adi Budianty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar